Walhi soal Menhut Ubah 20 Juta Ha Hutan untuk Pangan-Energi: Kiamat

Sulut, PaFI Indonesia — Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Uli Arta Siagian mengkritik rencana pemerintah mengubah 20 juta hektare hutan menjadi lahan pangan dan energi.
Uli mengatakan kebijakan itu justru bakal menimbulkan kerugian ekologis. Menurutnya, penggundulan hutan bakal melepaskan emisi dalam skala sangat besar yang berujung kekeringan, pemanasan global, gagal panen, dan zoonosis.

“Akan menjadi proyek legalisasi deforestasi yang memicu kiamat ekologis. Lingkungan dan keselamatan rakyat Indonesia akan dipertaruhkan,” kata Uli kepada PaFIIndonesia.com, Kamis (2/1).

Dampak lainnya adalah warga-warga di sekitar hutan akan tergusur. Ia juga mengkhawatirkan konflik agraria timbul diikuti dengan kekerasan dan kriminalisasi pembebasan lahan.

Uli mengingatkan saat ini sudah ada 33 juta hektare hutan dibebani izin di sektor kehutanan. Lalu 4,5 juta hektare konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Selain itu, 7,3 juta hektare hutan sudah dilepaskan, sekitar 70 persennya untuk perkebunan sawit.

“Narasi pemerintah untuk memastikan swasembada pangan dan energi hanya sebagai tempelan untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar-besaran kepada korporasi dan untuk memastikan bisnis pangan dan energi bisa terus membesar serta meluas,” ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengungkap rencana pengalihan lahan hutan. Dia menyebut 20 juta hektare hutan
akan digunakan menjadi cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi, dan air.

“Kami sudah mengidentifikasi 20 juta hektare hutan yang bisa dimanfaatkan untuk cadangan pangan, energi, dan air,” kata Raja Juli usai rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (30/12).

“Narasi pemerintah soal swasembada pangan dan energi hanyalah tempelan untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar-besaran kepada korporasi. Selama pangan dan energi diletakkan dalam kerangka bisnis, tidak akan pernah ada keadilan bagi rakyat dan lingkungan,” lanjut Uli.

WALHI menegaskan bahwa solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi harus berpusat pada rakyat sebagai aktor utama. Pemerintah harus memastikan pengakuan dan perlindungan hak masyarakat atas wilayahnya, serta memanfaatkan sumber daya lokal yang sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut.

“Pangan dan energi adalah hak, bukan komoditas. Tugas negara adalah memastikan hak ini terpenuhi tanpa merusak lingkungan,” tambah Uli. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan dan energi tanpa harus mengorbankan ekosistem dan hak rakyat.