PKB Minta Rencana Kenaikan PPN 12 Persen Ditunda

Sulut, PaFI Indonesia — Ketua DPP PKB Dita Indah Sari meminta pemerintah menunda rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Ia menyoroti situasi ekonomi saat ini di mana daya beli masyarakat sedang menurun dan PHK yang mencapai hampir 65 ribu.

“PKB minta agar rencana PPN 12 persen per 1 Januari itu ditunda dulu, karena situasi daya beli masyarakat sedang menurun. PHK mencapai hampir 65 ribu,” kata Dita saat dihubungi PaFIIndonesia.com, Jumat (22/11).

Ia memahami kenaikan itu memang amanat dari UU HPP (Harmonisasi Peraturan Pajak) tahun 2021.

Namun, kata dia, ada klausul dalam UU itu yang memperbolehkan pemerintah dan DPR menyesuaikan tarif PPN itu, dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).

“Boleh naik, boleh turun, dengan batas atas dan bawahnya (15 persen dan 5 persen). Ruang untuk meninjau kembali jelas ada. Jadi bukan harga mati harus naik,” ujarnya.

Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai tahun depan. Pemerintah berdalih menjalankan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam beleid itu, pemerintah dan DPR memang menetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025.

Meski mendapatkan tentangan di publik, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan belum ada pembahasan kenaikan PPN akan ditunda.

Menurutnya, meski banyak perdebatan menaikkan pajak di tengah pelemahan daya beli, namun di satu sisi APBN sebagai shock absorber harus dijaga kesehatannya.

“Tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatan nya. Karena APBN itu harus berfungsi dan mampu merespon dalam episode global crisis financial. Countercyclical tetap harus kita jaga,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi XI, Rabu (13/11).

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam berbagai kesempatan pernah membeberkan alasan PPN dinaikkan. Kata Airlangga, kenaikan PPN ini untuk mendongkrak pendapatan negara yang akan digunakan untuk mendanai berbagai program pemerintah, termasuk dalam membangun layanan publik.

Alasan lain adalah untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Saat ini, Indonesia masih bergantung pada utang untuk menutupi defisit anggaran. Dengan penerimaan pajak yang meningkat, harapannya utang menjadi berkurang dan stabilitas ekonomi negara terjaga untuk jangka panjang.

Pemerintah juga memastikan, tidak semua barang dan jasa akan terkena tarif PPN 12 persen. Beberapa barang dan jasa tertentu dikecualikan dari aturan ini. Tujuannya, untuk melindungi daya beli masyarakat dan memastikan kebutuhan pokok tetap terjangkau bagi masyarakat.